Senin, 04 Maret 2013

Puteri Indonesia Whulandary Ingin Melawan Korupsi

WAWAN H PRABOWO
Pengalaman paling berkesan bagi Whulandary selama proses seleksi Puteri Indonesia adalah ketika bertemu Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad.
Dari perjumpaan dengan anak jalanan hingga pejabat tinggi, Puteri Indonesia 2013 Whulandary memetik inspirasi. Ia membayangkan Indonesia di tangan orang-orang muda yang berani jujur, mau melawan korupsi.


Sejak kecil, Whulandary (23) selalu memilih duduk di barisan paling belakang. Itu karena teman- teman menjuluki dia si tiang listrik, atau yang agak lebih bagus dari itu, si angsa kaki panjang. Namun, menjelang pemilihan Puteri Indonesia 2013, dalam kunjungan ke kantor Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Whulan bergegas merebut posisi duduk paling depan.

”Aku ngefans banget sama Pak Jokowi dan Pak Basuki,” katanya.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo ketika itu tak sempat menemui para kontestan Puteri Indonesia. Namun, Whulan tak kecewa. Ia mendapat ”oleh-oleh” tak terlupakan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

”Aku tanya ke Pak Basuki, setelah beliau jadi wakil gubernur, anaknya dapat fasilitas apa. Jawab Pak Basuki, baru dua minggu sebelumnya anaknya nangis minta pindah sekolah karena dibilang anak miskin. Anaknya sekolah naik bus, temannya diantar Alphard.”

Yang membuat Whulan terkesan adalah nasihat Basuki kepada anaknya. Orang kaya itu bukan orang yang punya Alphard, tetapi orang yang merasa cukup dengan apa pun yang dipunyai dan bersyukur. ”Kasihan jadi orang yang banyak duit, tetapi selalu merasa kurang ini, kurang itu, kurang terus,” ujar gadis yang terpilih sebagai Puteri Indonesia pada Februari lalu.

Penuh semangat Whulan bercerita tentang orang-orang yang ia sebut sebagai idola. Cerita tentang para idola itu adalah jawabannya ketika ditanya tentang pengalaman paling berkesan selama proses seleksi Puteri Indonesia.

Bukan hanya Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama yang membuat Whulan terkesan. ”Senang banget juga ketemu idolaku Bapak Abraham Samad, ketua KPK!”

Sosok Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu membuat Whulan makin menyadari, korupsi adalah paparan polusi yang menyesakkan lingkungan sekitarnya. ”Duniaku selama ini, modeling, rasanya enggak bau korupsi. Tapi, korupsi kan bisa di mana saja, dari tingkat atas sampai bawah.”

Cepat atau lambat, disadari atau tidak, Whulan merasa, ia pun berpeluang berhadapan dengan korupsi. Gadis yang lahir dan besar di Padang Pariaman, Sumatera Barat, ini menambahkan, ”Orang muda harus berhenti tidak peduli.”

Belajar dari getir
Dalam proses pemilihan Puteri Indonesia 2013, Whulan memang bertemu banyak tokoh yang ia kagumi. Tetapi, yang membuat ia menangis bukanlah para tokoh itu, melainkan Rama (6), seorang bocah yang hidup di kolong jembatan Grogol, Jakarta. ”Walaupun hidup di lingkungan serba berkekurangan, dia punya cita-cita jadi (petugas) pemadam kebakaran, supaya bisa menolong orang lain.”

Pengalaman mengajarkan kepada Whulan bahwa kegetiran kadang tak terhindarkan, tetapi hidup tak perlu berhenti pada kemuraman karena itu. Whulan bercerita, ayahnya, Herman, meninggal karena sakit, bertepatan dengan saat Whulan dilahirkan di Padang, 26 Juni 1989.
”Hari yang sama, di rumah sakit yang sama. Papa sempat menemui Mama dengan kursi roda ketika Mama kontraksi, dia pegang perut Mama. Tapi waktu Whulan lahir dan dibawa ke Papa untuk di-adzan-kan, Papa sudah meninggal.”

Sang ayah meninggal pada usia 24 tahun, meninggalkan ibu Whulan, Yetty Marsanti, yang saat itu baru berusia 22 tahun, serta Whulan dan satu kakak perempuannya. Whulandary, adalah nama yang disiapkan mendiang sang ayah. Mengutip kisah ibunya, Whulan bercerita nama itu dipilih karena ayahnya yang juga asli Padang menyukai citra perempuan Jawa yang menurut dia halus lembut.
”Enggak kayak orang Padang yang ngomongnya cepat dan nadanya lebih tinggi,” ujar Whulan disambung tawa berderai.

Sejak usia 6 bulan, Whulan dan kakaknya tinggal bersama sang Nenek, Yulina, di Padang Pariaman, sementara ibunya mengajar di sebuah sekolah dasar di Padang Panjang.

Rumah Nenek Yulina, kata Whulan, sering disebut panti asuhan, karena ketika itu ada lima anak kecil berusia hampir sebaya tinggal di sana. Selain Whulan dan kakaknya, ada pula saudara sepupu dan anak asuh sang nenek. ”Semua yang tinggal di rumah itu perempuan. Seru dan asyik.”

Whulan merasa sangat beruntung dan bersyukur karena ia dibesarkan dua perempuan hebat—nenek dan ibu—yang lembut, tetapi juga teguh. Dua perempuan ini sekaligus mengisi ketiadaan figur ayah bagi Whulan. ”Kami tinggal di kampung. Mereka membesarkan Whulan dengan perjuangan berat, tetapi selalu mendukung Whulan untuk mengejar mimpi.”

Tak mengherankan jika salah satu momen paling menyenangkan pada masa kecil Whulan adalah saat pembagian rapor di sekolah. Kata Whulan, ia selalu meraih juara satu. Ia bahagia karena dengan begitu, ibu atau neneknya bisa dengan bangga maju ke depan menerima rapor Whulan.

Antara panggung dan masakan padang
Tubuh kurus dan jangkung membuat Whulan sempat tak percaya diri. Anehnya, ia selalu nyaman di atas panggung. Sejak duduk di bangku taman kanak-kanak, Whulan sudah diarahkan nenek dan ibunya untuk ikut lomba model. Setidaknya naik ke panggung untuk membawakan tarian Sumatera Barat.

Karier profesional Whulan sebagai model dimulai ketika ia jadi pemenang I Lomba Pemilihan Model Indonesia 2002 yang diprakarsai mendiang Ramli. Ketika itu ia baru berumur 13 tahun dengan tinggi badan 171 cm. ”Sekarang tinggiku 176 cm,” ujar gadis yang berbobot 50 kg ini.

Meski bolak-balik ke Jakarta untuk keperluan modelling, Whulan tetap tinggal di Padang sampai tamat SMA empat tahun lalu. Kini, ia menempuh studi ilmu komunikasi di Universitas Paramadina Jakarta.

Setelah terpilih sebagai Puteri Indonesia 2013, hari-hari Whulan setahun ke depan bakal padat kegiatan. Ia sibuk pula mempersiapkan diri untuk berkompetisi di ajang Miss Universe 2013. Tiap hari Whulan mengikuti kelas pembekalan dari Yayasan Puteri Indonesia dan tim Mustika Ratu. Tak ketinggalan tentu perawatan dari ujung rambut sampai ujung kaki di Taman Sari Royal Heritage Spa.

Whulan masih menyisihkan waktu untuk hobinya berolahraga. ”Aku suka golf, suka menyelam juga. Secapek apa pun, paling enggak yoga. Sekarang sedang suka banget tarian Zumba.”

Gadis yang berbicara dengan logat Padang kental ini juga tetap gemar memasak. Ia memasak masakan Padang bila cukup waktu, atau memasak masakan Italia bila sedang tak banyak waktu. ”Semua perempuan Padang otomatis bisa masak,” ujarnya yakin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar